Jakarta...kota yang dulu diimpikan untuk ditaklukan. Sebagai ajang pembuktian bahwa diri mampu, mampu bahagia dalam persepsi-persepsi yang dulu dipersepsikan : kaya raya, berkedudukan tinggi, hidup mewah. Menjadi hedon.
Gusti yang begitu baik, tentunya sangat tahu ketidakbaikan atasnya, sehingga menghancurkan rencana itu. Jakarta beberapa kali mengundang untuk datang, namun restu tak pernah didapatkan. Saya yang menganggap orang tua, utamanya ibu, sebagai wakil Gusti di dunia, walau dengan berat hati, akhirnya belajar merelakan ketidakterjadiannya.
Jakarta...kota itu disimpan dalam kotak impian yang direlakan ketidakterjadiannya.
Tahun-tahun berlalu. Setelah banyak belajar, menundukkan mata dan membuka hati, saya paham sendiri. Betapa ketidakbaikan ada jika rencana itu berhasil. Saya akan semakin jauh dari apa yang dituliskan sejak lama. Jauh yang pastinya akan susah untuk kembali. Bahkan bisa jadi tak bisa kembali, karena jalannya tak diteliti.
Sekarang, jika melewati Jakarta, hanya melihat-lihat saja. Melihat pembangunannya yang semakin banyak, namun ternyata menyebabkan suasana semakin tak nyaman. Ketaknyamanan yang bisa jadi tak akan menumbuhkembangkan saya seperti seharusnya.
Terima kasih diri, karena pernah memimpikan Jakarta walau akhirnya harus melepasrelakannya.
Di sini, dekat tanah di mana badan dibentuk, membuat saya semakin mengetahui dan perlahan mulai memahami.
Semoga semua mahluk penghuni semesta senantiasa berbahagia dan hidup dalam keselarasan serta keseimbangan.
Cilegon, 1 Juli 2020
Komentar
Posting Komentar