Perjalanan, Petualangan, dan Perjuangan 40 Hari.

Beberapa waktu lalu, saya pernah menuliskan begini : “Dengan menjadi pekerja lapangan, Gusti sedang mengajarkan tentang ketidakterikatan. Ketidakterikatan dengan tempat, orang, dan suasana.” Ternyata, perjalanan takdir ternyata menempatkan diri pada sebuah tempat yang sama selama 40 hari. Lalu, bagaimanakah jadinya? Adakah keterikatan mengisi?

Awal Mulanya…

Saya cuma bisa diam, tapi pikiran berkecamuk hebat, sewaktu Pak bos bilang mendapatkan tender di sebuah perusahaan plat merah di ujung baratnya Pulau Jawa. “Saya masih newbie. Masih anak bawang. Masuk ke ‘kandang macan’ lagi,” saya ngebatin. Tapi saya selalu percaya, bahwa Gusti pasti punya tujuan dan alasan kenapa memperjalankan kami ke sana.

Sebelum memulai pekerjaan, ternyata banyak hal yang harus dipersiapkan. Sayangnya waktunya singkat, malah mepet. Kendala muncul, di saat tak punya banyak pilihan. Puji Gusti, menemukan kesemua yang dibutuhkan dalam satu wujud. Seperti mendapatkan durian runtuh. Mengenyangkan dan melegakan, tapi akhirnya tetap harus berusaha membuang kulit duriannya agar tak sampai melukai kaki.

Kick off meeting
Kick off meeting

Tahap pertama…

Seperti yang sudah diagendakan, 27 Juli menjadi hari pertama memulai perjalanan, petualangan, dan perjuangannya. Hari yang mendebarkan. Hari pertama yang langsung disambut dengan terik matahari yang membara, hampir membuat saya menuju titik dehidrasi. Diperkenalkan pula dengan debu batu bara yang sukses membuat wajah cemong. Hari pertama yang cukup melelahkan.

Kepanasan, anggap saja tanning :D

Hari selanjutnya, mencoba menerapkan kebiasaan baru dan mencoba membiasakan diri. Pergi pagi, pulang malam. Pergi saat matahari belum muncul, dan pulang di saat matahari sudah tenggelam. Di tempat kerja pun mulai membiasakan diri dengan bekerja lebih keras dan menghadapi medan yang luar biasa menantang. Siap sedia dibedaki batu bara dan dihadiahi baju kotor penuh grease.

Bukan saya yang mungil, bulldozernya yang besar 
Agenda wajib : nyepeda 

Setelah cukup terlatih dengan terik matahari, justru diuji dengan ditempatkan di dalam ruangan tapi minim ventilasi dan berada di dekat turbin. Dihidangkan juga ketinggian dan tangga yang kadang curam. Naik turun tangga menjadi santapan harian. Tangga vertical pun ikut mengisi. Main-main ke jetty, naik wahana ship unloader yang digoyang-goyangkan angin. Uji nyali di ruang kabinnya STRE. Hari terakhir tahap pertama (visual dan NDT), saya berhasil naik sampai ke atas girder. Prestasi yang luar biasa. Menantang diri yang berhasil terlalui. Puji Gusti.

Petugas rapid test ikan :D
Ngeriung di tengah bucket 

Naik wahana STRE yang mendebarkan

Tahap pertama yang dilalui selama 12 hari kerja itu, atau selama 17 hari kalender (dari 27 Juli sampai 12 Agustus), bisa dinilai cukup lancar. Namun ada satu drama tak terlupakan, yang menimpa saya. 11 Agustus itu, saat di JH-J lantai 7, ternyata teman se-tim sudah lebih dulu turun. Saya pun menyusul turun, meninggalkan sesebapak operator. Nyatanya, berjalan turun sendirian adalah kesalahan, apalagi tak dijumpai sesosok orang pun di dalam sana. Mungkin karena waktunya jelang istirahat.

Deaerator
Deaerator : tempat sauna 

JH-J yang tak terlupakan :D

Dengan langkah pelan, karena memakai sepatu boot yang kegedean, saya menuruni tangga. Hingga di lantai ke sekian, saya bertemu sesosok lelaki tampan. Bajunya bersih. Saya pikir, dia telah berganti baju kerja. “Lewat sini Neng,” katanya. Saya pun menurutinya. Melangkah maju dan terus maju, mencari pintu keluar. Namun ternyata, arah yang saya ingat sebagai tempat pintu keluar itu, tak tertemukan. Hanya ada mesin-mesin.  

Saya diam, menarik napas panjang. Puji Gusti, terlihat tangga turun. Tangga yang ternyata letaknya bersebelahan dengan tangga yang tadi saya turuni. Ternyata kehadiran lelaki tadi menghipnotis, sampai tak melihat tangga. Tangga kembali dituruni, masih dengan pelan-pelan. Hingga akhirnya, melewati pintu keluar. Sampai luar dan menemukan teman se-tim, tentu saja saya protes karena ditinggal sendiri. Ceritalah kalau sempat tersesat. Bukannya prihatin atau dikasihani, malah ditertawakan. Sungguh gak sopan.

Meeting jelang tahap kedua

 Tahap kedua…

Mulanya saya pikir, tahap kedua ini akan lebih mudah daripada tahap pertama. Memang kami belum pernah melakukan tahap uji beban yang sedetail ini, tapi dengan menggandeng pihak lain yang sudah berpengalaman, dipikir akan mudah. Tapi ternyata, banyak kendala dan banyak dramanya. Bahkan dramanya sudah dimulai dari saat uji bebannya belum dilakukan.  

Di hari pertama, 24 Agustus, drama dimulai sejak pagi, saat briefing. Kekurangjelasan informasi yang diberikan, menjadi sebabnya, yang akhirnya berujung pada perubahan agenda. Walau keriwehan mengisi, namun bisa berjalan lancar. Namun, di jelang akhir, sebuah peristiwa terjadi. Peristiwa yang membuat lemas dan shock.

The Great Red Teams 

Di hari kedua, 25 Agustus, sejak pagi sudah dimulai dramanya. Langsung sakit kepala. Apalagi ketika perdebatan terjadi dan mulai memanas. Saya hanya memperhatikan. Ketika akhirnya pihak-pihak yang berkepentingan datang, pekerjaan baru dimulai. Namun baru saja memulai, kekeliruan informasi terjadi, yang menyebabkan timbulnya peristiwa mengerikan. Saya langsung diam seribu bahasa, sambil merasakan degup jantung yang langsung kencang. Masih juga diam, sambil berusah meredam sakit kepala. Puncaknya, ketika alat yang dipakai mendadak macet. Duh Gusti Kang Murbeng Dumadi.

Di hari ketiga, 26 Agustus, yang semula tak diagendakan tiba-tiba siap dan langsung diagendakan. Langsung melakukan dua pekerjaan, karena letaknya bersebelahan. Tapi drama, seakan terus mengikuti dan tak mau pergi. Yang sebelah, operatornya cuti dan tanpa ada pengganti. Untungnya bisa diatasi. Yang sebelahnya, operatornya ada. Tapi di saat sedang setting, tiba-tiba alatnya trouble. Eh yang sebelahnya, ikutan trouble. Sana sini trouble, Hayati jadi lelah. Setelah diperbaiki, dua-duanya kembali berjalan. Puji Gusti. Dua pekerjaan selesai dalam waktu yang tak terlalu lama.  

CWP 5-7. Berhasil setelah sana sini erorr

Namun drama, seakan masih setia menemani. Kekliruan informasi itu, kesalahpahaman maksud, membuat Big Papa marah. Saya langsung ber-sura dira jayaningrat lebur dening pangastuti :D Puji Gusti, Big Papa hilang marahnya dan bersedia meneruskan pekerjaannya. Tapi lagi-lagi drama muncul. Di saat setting beban sudah selesai dan tinggal angkat, operatornya pulang. Memang sih sudah jam pulang, tapi kan nanggung ya. Kepala langsung sakit. Telepon ke sana-sini. Diteruskan ke sana ke mari. Gak ada yang bisa. Saya hampir saja menangis.

Di saat hampir putus asa, pertolongan datang dari orang yang awalnya disangka sudah pulang. Puji Gusti. Pekerjaan kembali dilanjutkan. Terpaksa sampai sore, bahkan sampai magrib masih di lokasi. Tak apa, yang penting jatah pekerjaan hari itu terselesaikan dengan baik.

Langit 5-7 yang bersejarah :D

Di hari keempat, 27 Agustus, nyatanya drama masih tetap ada. Sudah senang dipinjami forkliftnya albes, berarti dua pekerjaan yang letaknya berjauhan itu bisa dilaksanakan dalam satu waktu. Tapi ketika trailer datang, forklift yang saat awal datang sedang beroperasi, tiba-tiba trouble. Mesinnya berasap. Memang langsung diperbaiki, tapi perbaikannya tak bisa dalam waktu cepat. Agenda langsung berubah, menuju ship unloader.

Di SU 2 hooknya memang tidak terpasang. Untuk memastikannya, saya pun naik. Membuka pintu lift, sudah dengan sekuat tenaga dan segenap usaha, tapi gak kunjung terbuka. Daripada membuang waktu, diputuskan lewat tangga. Mungkin karena sudah terlatih, tak lagi merasakan kelelahan yang sangat. Sampai atas, hasilnya zonk. Hooknya masih tergeletak di lantai. Tepuk jidat.

Sempatkan memotret...tentu saja 

Agendanya balik lagi ke albes. Forkliftnya masih diperbaiki. Diputuskan trailernya yang mundur, biar tanpa bantuan forklift. Bisa. Kenapa gak sejak pagi begini? Jadi gak harus ke jetty dengan hasil zonk. Mungkin hikmahnya, biar bisa jalan-jalan. Dan nyatanya, acara setelah istirahatnya cuma jalan-jalan dan menunggu yang tak pasti. Sungguh, di-PHP-in itu sakit yang tak berdarah. Sountracknya Ayu Ting-ting terdengar jelas : “Ke sana ke mari membawa beban, tapi yang dituju ternyata zonk” Hahaha…begitulah drama panjang sehariannya.

Di hari kelima, 28 Agustus,. Cak Pras itu lincah, saking lincahnya sukanya ngilang dan tanpa mengabari. Maunya ditanya. Saat ditanya, jawabannya mengejutkan. Sudah di sana, dan tanpa mengajak. Saya yang belum pernah ke unit boiler 5, untung bisa menyusulnya, walau dibantu. Tapi drama, seakan tak mau pergi. Lagi asyik komunikasi, HT lowbet. Mengandalkan ponsel, susah sinyal. Teriak dari atas untuk mengganti HT, nyatanya tak terdengar. Memakai bahasa isyarat, nyatanya tak terlihat. Jedanya terlalu tinggi.

Jalan cepat diambil. Saya segera menuruni sekian banyaknya anak tangga untuk menukar HT dan menitipkan tas. Karena katanya, akan melewati atap guna menuju tempat selanjutnya. Setelah selesai menukar HT, secepat mungkin menuju tempat semula. Namun apa yang terjadi? Tempat itu sudah kosong. Barang-barang saya yang saya taruh di situ pun tak ada.

Saya panik, berada sendirian di tempat asing. Langsung menghubungi Pras. Via wa. Via telephone. Hasilnya sama saja, gak terhubung karena gak ada sinyal. Menghubungi rekan-rekan via HT, minta ditunjuki jalan dan meminta bantuan untuk menghubungi Pras. Ternyata, alat selanjutnya itu, walau titlenya 5A, nyatanya berbeda 1 lantai dengan 5B yang sudah dikerjakan. Saya langsung mencari tangga naik, dan berusaha tetap biasa walau pandangan mata mendapati ketidaklaziman. Di tengah tangga bertemu mas-mas teknisi. Bertanya tentang keberadaan si Pras berbaju merah, tapi dijawab gak tahu. Setelah mereka jauh, saya baru ingat untuk nanya di mana unit 5A.

Di tengah kebingungan mencari jalan, pertolongan itu datang. Sesemas tampan hadir, dan tanpa diminta langsung menunjukkan jalan. “Lewat sini Neng, nanti belok kanan ya.” Saking senangnya, saya jalan aja tanpa mengucapkan terima kasih. Melewati jalan sempit yang ditunjukinya, lalu belok kanan. Menemukan mas operator, tapi Prasnya gak ada. Katanya gak bareng. Setelah lama, Pras baru muncul. Langsung saya ngomel. Berani-beraninya ninggalin saya sendirian, di tempat asing lagi . Kan gak lucu kalau hilang di unit :D

Unit 5, tempat tersesat 

Setelah istirahat siang, pekerjaan kembali dilanjutkan. Dari sebelum memulai kembali pekerjaannya, menitipkan pesan kramat yang harus diingat, agar tak meninggalkan saya sendirian apalagi di tempat yang baru. Langsung diberi HT, biar bisa terhubung kalau terpisah. Pekerjaan siangnya lumayan lancar. Walaupun unitnya banyak, tapi karena letaknya berdekatan, hanya beda lantai saja, jadi aman terkendali. Jelang sore, tantangan baru dimulai. Menuju main drum 7 itu, jalannya mau tak mau harus melewati atap yang tingginya 70 meter lebih. Tapi ketika sampai sana, pendantnya dibawa operator dan operatornya sudah pulang. Operator selanjutnya baru mulai jam 4. Akhirnya, terpaksa balik kanan. 

Atap 5-7 yang mendebarkan :D

Hari keenam, 31 Agustus, awalnya berjalan lancar. Tapi karena Penangan Masalahnya cuti dan dipindahkan tugaskan tanpa pemberian informasi yang berderet, dan keputusan cepat langsung menyimpulkan tanpa didahului dengan proses bertanya, akhirnya terjadi pemahaman yang salah, dan salah memahami. Komunikasi nyatanya teramat penting. Bertanya banyak, juga penting. Apalagi tak dianugerahi kemampuan membaca isi hati. Sudah. Cukup.   

Hari ketujuh, 1 September, mulai merambah JH. Area loading yang ketinggiannya tak sama, membuat kita mendadak ikut lomba tarik tambang. Eh, tarik beban. Saya yang berada di atas, cuma bisa membantu dengan doa dan tentu saja sport jantung. Melihat mereka seperti itu, tiba-tiba ngucap, “yang ini gak usah loadtest aja ya?” Tapi mereka memang pejuang tangguh, sehingga tetap dilakukan hingga keringat menderas. Proud of you, my teams.

Tim tarik tambang

Tapi hal tragis terjadi, di jelang akhir. Di JH-C, saat beban akan diangkat, ternyata terjadi trip sejak sejam sebelumnya. Diputuskan langsung balik kanan. Tahu begitu, gak perlu jalan menyeberang melewati sisi conveyor dari JH-F, yang buat deg-degan ya. Sudah begitu, saat sampai di bawah, yang lain sudah bubar jalan, meninggalkan saya sendirian. Berjalan sendirian dari JH-C sampai albes, diteruskan sampai ruang K3, nyatanya jadi ajang uji nyali. Masih siang sih, tapi sepi dan sedikit mencekam.  

Hari kedelapan, 2 September, masih bermain di JH dan SU. Sudah terlatih di JH. Sudah mulai biasa tarik-menarik beban. Sudah bukan masalah. Main ke SU pun seharusnya bukan masalah, sudah beberapa kali. Tapi kondisi nyatanya tak bisa dikendalikan. Angin yang cukup kencang itu, membuat SU sedikit bergoyang. Ditambah dengan bunyi motor hoist yang seringkali mengejutkan. Di atas SU, banyak-banyak berafirmasi agar tak tumbang.

Memantau yang harus dipantau 

Hari kesembilan, 3 September, masih main di SU. Kondisinya sama seperti kemarin. Angin yang cukup kencang itu membuat SU bergoyang. Seharusnya bisa mengatasi keadaan, karena kemarin pun begitu, tapi nyatanya membuat pusing. Selesai SU, lanjut ke JH. Masih main tarik beban juga. Siangnya lanjut ke main drum 7. Tour guidenya, mas Dika, mengambil jalan tanpa melewati atap. Tapi, karena lift boiler 6 gak kunjung datang setelah lama ditunggu, membuat kita memutuskan memakai tangga. Menaiki dan menuruni tangga dengan ketinggian 70 meter sekian itu, berhasil membuat ngos-ngosan dan hasil akhirnya kaki pegal dan sakit.

Hari kesepuluh, 4 September, mungkin inilah hari menunggu yang tak diketahui kejelasannya. Sampai ruang K3, semua sudah turun lantai demi menyukseskan simulasi tanggap bencana. Di satu sisi, kerjaan tertunda. Tapi di sisi lainnya, seperti diberi waktu untuk istirahat. Karena sungguh, badan sudah kelelahan. Setelah jumatan, acaranya hanya forklift. 3 forklif selesai dalam waktu cepat, karena kesemua forklift dikumpulkan di satu tempat.

Di hari kesepuluh itu, atau hari keempat puluh kalender, semua pekerjaan selesai. Tepatnya, dianggap selesai, karena sebenarnya ada beberapa alat yang belum selesai tapi terkendala dioperasikan dan aksesnya susah. Hanya ada kelegaan, selesai dengan cepat. Lebih maju daripada yang sudah diagendakan.

Selama 40 hari itu, telah mengalami perjalanan, petualangan, dan perjuangan yang sungguh luar biasa. Banyak pelajaran yang didapat, dan tentu saja pengalaman serta pemahaman baru. 

Terima kasih terucap kepada semua pihak yang sudah banyak membantu dan bersedia direpotkan, sehingga pekerjaan ini berjalan lancar walau banyak terjadi kendala. Terima kasih dan maaf untuk teman-teman safety shift (Mas Tito, Mas Argo, Mas Adi, Mas Dika, Mas Raffi, Mas Agung, Mas Eko dan Cak Pras) yang menemani dari awal sampai akhir, bahkan ikut serta membantu, dan menjadi penghubung dengan user yang kadang rewel hehehe.

Terima kasih untuk The Funtastic Four, eh The Amazing Five untuk kerja sama dan kekompakannya walau kadang misskom :D Semoga lelahnya menjadi berkah, dan semoga senantiasa sehat dan berbahagia. 

The Funtastic Four

Pada akhirnya, terima kasih untuk diri sendiri, yang berani menerima tantangan dan menantang diri sendiri untuk melakukan hal-hal yang sebelumnya belum pernah dilakukan. Tetap semangat dan terus berjuang menjadi versi diri yang semakin baik.

Sudah begini, masih juga disangka cowok :(

Semoga semua mahluk penghuni semesta senantiasa berbahagia, dan hidup dalam keselarasan serta keseimbangan.

Jalan lurus menujumu :D

 

Cilegon, 8 September 2020.



Komentar

  1. Sebuah kompilasi kisah yg apik dari sebuah pekerjaan, sy gk pernah nih ngalamin yg begini 👍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Namanya anak lapangan Kang, medan kerjanya ya macem-macem. Orang lain berpikir, kerjannya cuma jalan-jalan. Padahal, beraneka macam kerjaan di aneka medan, harus siap dikerjakan.

      Hapus

Posting Komentar