Sudah
tiga bulan terakhir ini—dari April sampai Juni—disuguhi tulisan-tulisan tentang
kenaikan tarif listrik. Data-data disuguhkan. Ada yang mengalami kenaikan
sekian puluh persen, dan ada yang mengalami kenaikan hampir seratus persennya. Ramai-ramai
menyimpulkan, tarif listrik mengalami kenaikan. Diikuti pula dengan kesimpulan,
adanya pemberian subsidi silang.
Seperti
yang sudah diketahui, menjelang akhir Maret itu diumumkan bahwa tarif listrik
digratiskan untuk yang memakai daya 450 V, dan mendapatkan diskon 50% untuk
yang memakai daya 900 V. Cuma pemberitahuan, tanpa ada penjelasan lanjut—apa saya
yang gak baca penjelasannya termasuk sarat dan ketentuannya? CMIIW
Saya,
yang mengalami kenaikan pembayaran di bulan Mei, sebesar 50 ribuan rupiah. Hanya
beranggapan, bahwa terjadi kenaikan konsumsi listrik. Mau menyimpulkan tarif
listriknya naik, saya gak punya data dan fakta pendukung yang memperkuat. Biasa
bayar listrik di aplikasi, ya main bayar aja. Gak ada struknya kan—keberadaan struk
dengan detail id pelanggan, daya, dan jumlah pemakaian ini, baru saya tahu
sekarang. Tahu setelah penasaran mencari dan akhirnya menemukannya sendiri. Iya,
dulu-dulu itu gak pernah meneliti detailnya.
Lain
cerita di saat dulu, saat masih bayar di bank. Struknya selalu dikumpulkan dan
diteliti sendiri. Habisnya sekian ratus kwh, bayarnya sekian ratus ribu, jadi
bisa menyimpulkan sendiri harga per-kwhnya. Saya pikir, harganya per-kwh sama. Tapi
katanya, kalau di jam sibuk—jam lima sore sampai jam Sembilan mala, harga
per-kwhnya lain.
Kalau
sekarang, bayar di aplikasi dan gak pernah menscreenshoot bukti pembayarannya,
tentu saja saya gak punya data-datanya. Gak bisa membanding-bandingkan, dan
akhirnya gak bisa menyimpulkan. Tarifnya yang mengalami kenaikan atau terjadi
kenaikan konsumsi listriknya. Karena gak bisa menyimpulkan, ya saya diam aja. Gak
ikut-ikutan kesimpulannya orang-orang lain itu.
Pemahamannya
saya itu begini : kesimpulan itu baru bisa dilakukan setelah mengumpulkan data
dan fakta, pun setelah menelitinya. Kalau tanpa data dan fakta, seringnya kesimpulannya
dilandasi karena perasaan. Dan perasaan seringnya tak benar.
Maka,
kumpulkan saja data dan faktanya dulu, lalu baru menyimpulkan. Menyimpulkan sendiri,
karena telah mengetahui, mengerti, dan memahami sendiri. Jadi bukan karena
katanya-katanya lagi. Kan sudah dewasa ya, masa masih jadi follower :D
Cilegon,
8 Juni 2020.
Komentar
Posting Komentar