Kemarin, ada kerjaan di Jakarta. Tepatnya di perkantoran Kebun Jeruk. Selain itu, ada juga agenda ke Glodok, guna memperbaiki peralatan yang rusak. Karena kerjaan di Kebun Jeruk dijadwalkan setelah makan siang, maka tentu saja kami ke Glodok terlebih dahulu.
Suasana di Glodok, sama seperti yang sudah-sudah : selalu ramai dan penuh. Saking ramainya, mau parkir kendaraan saja mesti muter-muter mencari tempat. Setelah memutari sekian lantai, yang selalu berakhir penuh, dapatlah parkir di lantai 3. Tempat yang dituju, berada di GF (ground floor), sehingga kami langsung mencari eskalator turun ke GF.
Glodok yang luas, berpeluang besar menyesatkan, walau sign blok dan nomor sudah diletakkan di bawah plafon. Karena peletakkan blok dan nomor, seringnya tak berurut, seperti di perumahan. Maka acara muter-muter, tentunya tak bisa dihidarkan.
Setelah selesai berurusan dengan toko service, kami mencari eskalator untuk naik. Sampai di lantai 2, ketiga teman memutuskan untuk menuju foodcourt. Sementara saya memutuskan mencari elevator untuk naik ke lantai 4, ke musholla. Sebelum berpisah, mereka meminta saya untuk ikut saja ke foodcourt, agar bisa bareng ke musholla. Tapi, saya menolaknya. "Yakin sendirian, Teh?" tanya, sebelum berpisah. Dengan penuh kemantapan, saya menjawab yakin. Alasannya, sudah pernah ke mushollanya, pasti masih ingat letaknya. Jika pun tak ingat, pasti ada sign yang menunjukkan arahnya.
Puji Gusti, elevator terlihat di depan mata. Dengan beberapa orang lainnya, menunggu hingga pintunya terbuka. Begitu pintu terbuka, saya masuk dan langsung memencet tombol lantai 4. Setelah pintu elevator tertutup, ternyata laju elevatornya ke bawah. Di setiap lantai, elevator berhenti otomatis. Akhirnya tahu, bahwa elevatornya disetting bergerak satu arah. Jika geraknya ke bawah, maka akan terus ke bawah sampai lantai paling bawah, dan pintunya terbuka otomatis di setiap lantai. Jika geraknya ke atas, maka akan terus bergerak ke atas, sampai di lantai paling atas. Pintu terbuka otomatis di setiap lantai. Oalahhh Gusti, jadi senyum-senyum sendiri di dalam elevator.
Dari pengalaman ini, jadi tahu peraturan tak tertulis sebelum naik elevator. Yaitu bertanya lebih dahulu ke penumpang di dalamnya tentang laju gerak elevatornya, ke atas atau ke bawah, agar tidak seperti saya. Saya yang seharusnya cuma perlu waktu 2 lantai untuk naik, ini jadi melewati 10 lantai. Turun dulu 4 lantai, baru naik 6 lantai. Untung gerak elevatornya cukup smooth, tidak seperti di sana, yang buat sport jantung 😁😁😁
Elevator sampai di lantai 4, pintu terbuka, dan saya segera keluar. Saya mengambil arah lurus ke depan. Sudah jauh berjalan, bahkan sampai terlihat jendela-jendela besar yang terterangi sinar matahari, tapi mushollanya tak terlihat. Memang beberapa bulan lalu itu, musholla dituju dari lantai 3. Setelah memarkirkan kendaraan, ada tangga naik dan musholla tertemukan di depan mata. Letaknya dekat dengan deretan jendela besar yang terterangi sinar matahari. Ini jendela besarnya, terus di mana letak mushollanya?
Karena tak menemukan, saya kembali berjalan dengan arah yang sesuai feeling. Feelingnya ke kanan, ya saya ke kanan. Ketika tak menemukan, diganti ke arah kiri. Oalah, ternyata arah ini membalikkan saya ke depan elevator. Ternyata praduga saya salah, di sini tak ada sign yang menunjukkan musholla. Saya berjalan memutar dan mulai kesal sendiri karena tak kunjung menemukan. Apalagi di lantai yang luas ini, yang tertemukan adalah deretan mobil.
Dalam hati membatin, "Gusti...mushollahnya di sebelah mana ini? Iya saya ngaku salah deh, sudah merasa sok tahu hanya karena pernah ke sini, padahal titik mula menujunya dari 2 hal yang berbeda. Gusti, sudah ya jangan buat saya muter-muter lagi." Sambil membatin, sambil berjalan. Tak berselang lama, mata melihat sesosok--mungkin--porter yang sedang membawa trolley berisi barang-barang. Saya segera berjalan menujunya, dan menanyakan tentang letak musholla. "Lurus terus sampai mentok trus belok kiri ya mbak," jawab beliau. Setelah mengucapkan terima kasih, saya menuju ke arah yang ditunjukkannya. Finally, mushollanya tertemukan.
Setelah selesai shalat, saya duduk diam di teras musholla. Sambil menunggu teman, sambil merenung. Merenungkan hal-hal yang baru terlalui. Karena sudah berpengalaman, sering kali menimbulkan rasa sudah tahu, sok tahu. Juga menimbulkan rasa bisa, sok bisa. Padahal walau pengalamannya sama, tak ada jaminan faktor-faktornya sama, sehingga tentu saja hasil akhirnya tak sama. Yang faktor-faktorya sama pun, belum tentu hasilnya sama. Setiap pengalaman itu unik, faktor-faktornya berubah-ubah.
Mungkin ini alasan kenapa tertarik dengan spanduk besar yang terlihat saat turun dari kendaraan : "Reaching the unreach and teaching the untaught."
Semoga semua mahluk penghuni semesta senantiasa berbahagia, dan hidup dalam keselarasan serta keseimbangan.
Komentar
Posting Komentar