Tentang Rumah Sakit

Sesaat sebelum bertugas 

Rumah sakit, kata itu yang menjadi jawaban, ketika saya bertanya "Di Bangka, ke PT mana?" Jawaban yang langsung membuat saya terdiam. Gusti...kok ya di rumah sakit?  

Sejak kecil, saya tak menyukai bangunan yang merupakan perwujudan dari nama rumah sakit, entah sebagus apapun bentuk bangunannya. Saya sendiri bingung, apa alasan tak menyukainya. Trauma kah? Sepertinya bukan. Saya bukanlah pelanggan tetap rumah sakit. Lalu? Entahlah. Saya belum bisa membongkar alam bawah sadar, untuk bisa menemukan penyebabnya secara jelas. 

Konsekuensi dari ketakutannya--bisa dibilang begitu--, akhirnya sering membuat saya berafirmasi hebat, menjelang masuk ke rumah sakit. Afirmasi yang kadang membutuhkan waktu yang lumayan lama. Saya masih ingat, di awal covid muncul, saya berafirmasi sehari sebelum test antibody. Ya, untuk ditusuk jarum yang gak sampai lima menit, afirmasinya sampai ratusan menit 😀😀😀

Sekian bulan lalu, ada kerjaan di sebuah rumah sakit yang ada di daerah Rangkasbitung. Awalnya, berniat untuk tak ikut. Tapi jika hal ini dilakukan, ke mana kah bentuk profesionalisme itu? Mangkir kerja karena alasan takut masuk ke rumah sakit? Apa kata duniaaaa! Akhirnya, tetap masuk ke dalam rumah sakitnya. Tetap menjalani dengan santai setiap tempat di rumah sakit, walau jantung berdegup kencang. Seperti sedang melakukan uji nyali. 

View dari lantai 4

Dari rooftop ini, bisa melihat indahnya pendem (kompleks pemakaman china terbesar se-Asia Tenggara) 

Hari itu pun tiba, hari di mana harus ke rumah sakit. Kali ini, entah karena sudah bisa berdamai dengan alam bawah sadar, entah karena sudah memahami konsekuensi atas pekerjaan, entah karena sudah menerima apapun keadaan diperjalankan, atau entah karena berada di Bangka, memasuki rumah sakitnya dengan keadaan tenang. Tidak ada lagi jantung yang berdegup kencang, dan tentunya tak ada lagi suasana seperti diujinyali. Biasa saja. 

Bersama para peserta overload test elevator, yang berbahagia 

Pekerjaan yang awalnya diprediksi selesai sebelum makan siang, ternyata mundur sampai menjelang jam pulang kerja. Banyak faktor penghambat, bisa dibilang begitu. Beda kebiasaan, pembilang selanjutnya. Dan ternyata, seharian berada di rumah sakit, dilalui dengan perasaan yang biasa saja. Tanpa ada drama-drama yang muncul, karena konsekuensi atas ketakutannya. 
Prosesi penutupan 

Acara wajib : berpoto 


Gusti...apakah hal ini karena ketakutan di alam bawah sadarnya sudah mulai mereda? Apa karena alasan atas ketakutannya sudah diketahui dan sudah bisa diterima dengan lapang dada? 

Hai diri...semakin berproses dan berjuang untuk semakin lebih baik, ya. 

Semoga semua mahluk penghuni semesta senantiasa berbahagia, dan hidup dalam keselarasan serta keseimbangan. 

Pobar pose minta duit 😁di Bukit Angsa Emas 


 


Komentar