Petir Itu

Sedang menjalani hidup dengan sebagaimana adanya. Dengan riak-riak gelombang yang kadang muncul untuk mengganggu. Tetapi Puji Gusti, masih tetap aman terkendali. Masih baik-baik saja, dan terus berusaha untuk selalu baik-baik saja. Hingga hari-hari yang dirasa berat itu datang. Berat dalam artian sangat mengejutkan, seperti gelegar petir yang mahadahsyat, yang membuat tubuh terguncang. 

Ternyata petir itu tak hanya datang sekali, dan nyatanya datang dalam kurun waktu yang berdekatan. Sehingga tak hanya tubuh saja yang terguncang, bahkan kesadaran dan jiwa pun merasakan keterguncangannya. Kesulitan bernapas, itu yang dirasakan pertama kali. Hingga afirmasi dilakukan, "semuanya akan baik-baik saja dan ini pun akan berlalu". Lalu, akhirnya hanya bisa diam saat petirnya bergelegar. Saat fakta-fakta terbuka dengan begitu gamblang. Entah terbuka karena pencarian, entah karena sudah waktunya terbuka. 

Terbukanya fakta-fakta itu, memang sangat mengejutkan di satu sisi, tetapi di sisi lainnya, membuat yang gelap menjadi terang, membuat diri menjadi lebih mengerti akan hukum kausalitas dan karmaphala. Membuat diri lebih tahu, mulai banyak mengerti dan semakin mendalami pemahaman akan hidup dengan segala likuan alurnya. Memang benar, bahwa segala hal yang terjadi itu, tak ada yang sia-sia. Selalu ada hikmah dan manfaatnya. 

Ketika sedang dalam fase menerima dan meredakan keterkejutan yang mengguncang-guncang itu, sebuah petir kembali datang, dengan daya guncang yang lebih besar dari sebelum-sebelumnya. Karena petir yang datang itu, tak hanya membuka fakta-fakta yang tersembunyi dari masa lalu, tetapi juga mengharuskan diri untuk menerima hal yang bertentangan dengan prinsip yang akan berdampak besar bagi masa depan. Akhirnya pusing sendiri. Rungsing sendiri. Merasa butuh healing, tetapi tempat yang biasa dipakai untuk healing, nyatanya telah tak berbentuk lagi. 

Dalam kepusingan itu, meminta seorang teman untuk membuka tarot. Mungkin jatahnya hanya sampai di sini, karena dari ke-6 kartu yang sudah terbuka, jawabannya sudah ditemukan. Biarkan Gusti yang mengintervensi, karena hanya Gusti yang bisa menyelesaikannya. Saya berdiam saja. Tak mengandalkan diri sendiri untuk menyelesaikannya. Tak juga meminta bantuan yang lain, untuk ikut menyelesaikannya. Hanya meminta Gusti untuk ikut campur. 


Puji Gusti, 3 hari setelahnya, kebenarannya muncul secara terang-benderang. Keterangan yang membuat nafas kembali teratur, pikiran kembali jernih, dan jiwa kembali tenang. Gusti membuka semuanya, dengan tanpa ditutup-tutupi. Hanya bisa berucap terima kasih berkali-kali ke Gusti. Gusti menunjukan jalannya. Menghentikan jalannya diri yang salah, dan kembali menempatkan pada jalan yang benar, pada jalan lurus menuju-Nya. 

Kembali mengingat kesimpulan bertahun-tahun itu, bahwa tidaklah seseorang atau sebuah peristiwa itu dihadirkan Gusti secara sia-sia, melainkan mempunyai alasan dan tujuannya. Alasannya demi kebaikan dan tujuannya untuk membuat diri semakin baik. 

Puji Gusti. Gusti...dhiyo yo nah pracodayat. Jangan biarkan diri ini mengendalikan hidupku, Gusti. 

Semoga semua mahluk penghuni semesta senantiasa berbahagia, dan hidup dalam keselarasan serta keseimbangan. 





Komentar