Buku, Membaca, dan Anugerah

Tentunya semesta punya kehendak, ketika di beranda yutube melihat yotubenya Abu Marlo yang membahas tentang buku Secret of divine love. Perasaan tertarik mucul, sehingga langsung menontonnya. Ketertarikan selanjutnya muncul, sehingga langsung membuka marketplace untuk mencari bukunya. Dari 2 aplikasi marketplace yang diinstal (orange dan hijau), sayangnya tak kunjung menemukan buku edisi Bahasa indonesianya. Membaca buku setebal itu berbahasa inggris, yang ada, bukannya semakin tahu tapi semakin ngebul 😀😀😀

Beberapa waktu terlewati dan saya pun lupa dengan bukunya, hingga di beranda marketplace menampilkan gambar bukunya, dan dalam edisi bahasa indonesia pula. Tanpa pikir panjang, langsung check out.

Padahal bukunya pernah sangat diinginkan dengan begitu sangat, walau sempat terlupakan karena tak kunjung menemukan, namun akhirnya dimunculkan begitu saja di saat sudah tak lagi mengingat dan menginginkannya, tapi kok ya bukunya gak kunjung dibaca padahal sudah lama datang. Kadang hati bergerak seabsurd itu, ya. Atau memang orangnya yang absurd 😀😀😀 

Ternyata butuh daya yang besar untuk memaksa diri membaca bukunya. Sudah mulai dibaca pun, belum cepat membacanya. Selembar dua lembar, dan dijeda lama dengan kegiatan lainnya, pun dijeda lama dengan yang namanya malas, gak mood, dan teman-temannya. 

Masih di hal 141

Sejak kecil sudah menyadari, bahwa diri ini tidak didesain untuk mengingat dan menghapal. Diberinya kemudahan untuk menghitung, makanya menyukai pelajaran hitung-hitungan, yang akhirnya menghantarkan pada kondisi saat ini. Pelajaran kimia yang paling disukai pun, ketika ada materi yang membutuhkan daya ingat dan hapal, bisa dipastikan nilainya tak sebagus nilai yang materinya berisi hitungan.  

Sejak kecil pun suka membaca, tapi karena daya ingat dan hapal tak baik, seringnya lupa apa yang sudah dibaca. Gak butuh waktu lama, bahkan jeda sekian menit saja sudah bisa melupakan apa yang sudah dibaca. Saya tak menyerah, masih memaksakan diri membaca sambil melihat reaksi diri. Baru membaca, sudah lupa, ya sudah. Kalau ada yang meresap sendiri, ya sudah, berarti itu yang terbaik bagi diri.

Sampai sekarang, masih suka membaca. Masih sering tergoda saat melihat deretan buku di marketplace, bahkan sering kalap kalau membeli buku. Masih terus membaca, walau masih lupa setelah membaca, walau suka terjeda kemalasan saat sudah membaca.

Ini terkesan memaksakan diri, kah? Di satu sisi, sepertinya begitu. Sudah tahu kelemahannya, kok masih memaksakan. Tapi di sisi lainnya, ini salah satu cara untuk mendapatkan ilmu. Pun ini adalah cara untuk lebih dahulu mendidik diri agar bisa mendidik anak untuk suka membaca. Ya, saya menginginkan mempunyai anak yang suka membaca. Cara untuk mewujudkan keinginan itu, adalah dengan terlebih dahulu mendidik diri untuk suka membaca.  Kenapa menginginkan anak yang suka membaca? Karena membaca adalah hal yang penting agar bisa membentuk diri. Di awali dengan membaca buku, dan dilanjutkan dengan membaca hal-hal yang tak tertulis. Ternyata, setelah diperhatikan dengan seksama, di saya, yang lebih berkembangnya adalah membaca hal-hal yang tak tertulis. Dalam hal itu pun, daya ingat dan hapalnya jauh lebih kuat.

Yang saya pahami, Gusti selalu punya alasan dan tujuan dalam mencipta. Segala yang diciptakan-Nya, sudah dibekali dengan hal-hal yang membantu dan mendukungnya untuk melaksanakan tugas dan tujuan penciptannya.


Semoga semua mahluk penghuni semesta senantiasa berbahagia, dan hidup dalam keselarasan serta keseimbangan.

 

 

Komentar