Senja di Pantai Turun Aban

“Pokoknya mantai. Lihat sunset. Jadi sampai malam ya,” begitu jawaban saya, saat ditanya ingin jalan ke mana. Cuma dijawab siap. Setelah rencana mantai di sabtu sore gagal, mantai pun dijadwalkan di minggu sore, yang ternyata kesorean 😁. Kesorean karena telat perginya, dan karena mampir dulu ke Puri Tri Agung.


Semula ingin ke Pantai Tikus Mas, yang lokasinya di seberang Puri Tri Agung. Tetapi setelah dilihat dan ditimbang dengan seksama, peluang untuk bisa berenang dan mandinya sangat kecil, karena banyak bebatuan besar. Maka perjalanan pun dilanjutkan, semakin jauh dan jauh, melewati medan yang terjal, hingga akhirnya sampai di pantai Turun Aban.

 

Turun dari kendaraan, melihat hamparan pantainya yang diapit dua rangkaian bebatuan di sisi kanan dan kirinya. Seperti pintu gerbang. Tak hanya itu saja, batu-batu besar lainnya tersebar merata di pantainya. Pemecah ombak alami, sehingga ombaknya tak begitu besar. Cocok untuk berenang. Sekilas terpikir, bebatuannya sudah ada sejak zaman megalithikum. Bahkan bisa lebih tua daripada itu.

 

Sedang asyik mengamati bebatuan, teman mengajak menaikinya. Semula ragu. Bukan takut naiknya, takut ketinggiannya, tapi justu takut turunnya. Ya, saya pernah jatuh berkali-kali sehingga menimbulkan trauma. Trauma jatuh. Tapi karena semuanya naik, maka saya pun naik. Naiknya tanpa kendala, walau tak begitu cepat karena terjalnya bebatuan. Paling nanti dipikirkan bagaimana turunnya.

 

Duduk di bebatuan besar, di tepi pantai, jelang sunset, apalagi yang dinikmati selain debur ombak berlatarkan senja yang begitu mendamaikan. Melarutkan rasa dan jiwa. Begitu meditatif, sehingga gejolak-gejolak rasa dan resah itu memudar, terlarut bersamaan dengan aliran air yang menuju pantai, yang akhirnya mereda dipelukan butiran pasir.  

 

Setelah cukup lama, waktu turun pun tiba. Saya yang kembali terbuka kejadian terjatuh berkali-kali itu, harus menahan nafas sesaat sebelum akhirnya berdoa untuk menenangkan diri. Seteah dirasa cukup, perjuangan untuk turun pun dijalani. Puji Gusti, turunnya tak terkendala dan selamat sampai di bawah.

 

Apa itu senja? Ada yang bilang, “10%nya waktu dan 90%nya kenangan”. Bagi saya, senja adalah waktu yang mengarahkan untuk kembali pulang. Waktu yang sama seperti saat memulai berperjalanan menjelajah. Sebagaimana bangbang wetan. Warna dan nuansanya sama, hanya letak kemunculannya saja yang berbeda. Perguliran waktu, nyatanya tak sepenuhnya bisa mengubah kedalaman diri. Masih saja menjadi pemandang senja dan bulan.

 


Pada sebuah tempat yang dinamai rumah, di mana senantiasa menyaksikan dan mempelajari tentang terbit dan tenggelamnya matahari dan bulan. Saya kembali berperjalanan menujunya.

 



Semoga semua mahluk penghuni semesta senantiasa berbahagia, dan hidup dalam keseimbangan serta keselarasan. 


Komentar