Vihara Satya Dharma

Selasa siang yang terik dengan kumpulan awan yang memesona itu, adalah waktu yang dipilih untuk mengunjungi Pura Penataran Agung, seperti yang disarankan teman yang jadi tour guide. Sebenarnya inginnya pagi, namun karena harus mengurusi dokumen, sehingga baru siangnya bisa menjelajah. Mengambil kesempatan untuk diperjalankan dan dipahamkan semesta. 





Map dibuka. Diatur untuk menuju Pura Penataran Agung. Jalannya diikuti. Lurus. Belok kiri. Belok kanan. Ketika diberitakan sampai, nyatanya bangunan pura yang seperti terlihat di ig, tak kunjung terlihat. Yang terlihat justru sebuah bangunan dengan stupa di bagian atas bangunannya. Kendaraan berhenti di area parkir bagian depannya. Nama yang tertulis di bagian atasnya, terbaca dengan jelas : Vihara Satya Dharma. 

Walau tempatnya bukanlah tempat yang dituju untuk dikunjungi, tapi saya memutuskan untuk melangkah masuk. Memasuki pelatarannya yang luas, dan menuju sisi kiri, di mana terlihat rumah tinggal dan terlihat penjaganya. Mendatangi, meminta izin masuk, dan diizinkan. Tak menunggu waktu lama, saya pun segera masuk. Meninggalkan sang tour guide dan seorang teman, yang sedang mengobrol dengan pak penjaganya. 

Sampai di pintu depan, terpana dengan pemandangan yang ada di depan mata. Tak hanya karena ada tiga patung ukuran besar yang indah, tetapi juga karena aneka lukisan ukuran besar, yang menghiasi dinding di sisi kanan dan kirinya. Tentunya tak hanya memotretnya, tapi juga berusaha mengenali, membaca, dan mengartikan lukisannya. Pada akhirnya hanya bisa bilang, "Terima kasih Gusti atas pertemuan tak terencananya." 


Setelah dirasa cukup puas, saya pun keluar. Di teras melihat dua orang teman dengan seorang perempuan yang sedang menggendong anak kecil, yang ternyata adalah istri dari pak penjaganya. Kami pun mengobrol. Saya menceritakan tentang ketertarikan mengunjungi viharanya, walau bukanlah tempat yang sebenarnya dituju. Menceritakan tentang bagaimana senangnya saya ketika mengunjungi dan membaca apa yang terlihat mata. Beliau pu akhirnya bercerita tentang rupa-rupa kelakuan umat agama lain yang mengunjungi vihara hanya untuk membanding-bandingkan. 

Disadari atau tidak, perilaku ini nyatanya menodai keberagaman yang sudah disimbolkan dengan bhinneka tunggal ika itu, yang sejak dulu disemboyankan. Status kita memang sebagai umat beragama, yang diajarkan untuk menjunjung tinggi ajaran agamanya. Namun jangan lupa, ada status utama yang tersemat, yaitu status sebagai umat manusia. Yang seharusnya memanusiakan manusia dengan segala perbedaannya. 

Semoga semua mahluk penghuni semesta senantiasa berbahagia, dan hidup dalam keseimbangan serta keselarasan. 

Komentar