|
Senja yang didamba |
Saat dikabari ada pekerjaan di Bangka, langsung menginginkan penerbangan di pukul 17:00. Alasannya tentu saja, karena ingin kembali
mengulangi pengalaman melihat senja dari langit.
Ketika memesan tiket, ternyata penerbangan
paling sore di pukul 16:00. Ya sudah, diterima. Namun entah kenapa mengharap
ada delay atau senja muncul lebih dini, sehingga bisa melihat dan mengamati
senja dari langit.
Hari yang dinanti pun tiba. Perjalanan
padat merayap, namun beruntungnya tiba di bandara lebih dari satu jam sebelum boarding
time. 4 tahun terjeda dari terakhir naik pesawat, ternyata menimbulkan culture
shock. Tergagap sewaktu harus check in online, dan lebih tergagap
ketika check in nya gagal. Langsung mencari petugas badara, untuk
bertanya. Diminta langsung untuk check in di loket, dengan menjelaskan
alasan, mungkin ada delay, sehingga proses check in nya gagal.
|
check in online |
Langsung berjalan menuju loket check in
dan mengantre. Setelah mengantre, menyerahkan tiket online, akhirnya proses check
in pun berhasil. Perjalanan dilanjutkan menuju gate E2. Sebelum memasuki
gate, duduk di kursi tunggu untuk menunggu waktu ashar. Selain karena
mushollanya terlihat, juga karena hatinya meminta salat di sini. Kalau salat di
dalam gate, kemungkinan besarnya harus mencari letak musholla. Daripada mencari
lagi, tentu lebih baik di tempat yang sudah terlihat.
|
Antrelah di loket, untuk beli tiket check in |
Selesai salat, ponsel berdering. Dari nadanya,
telpon di nomor ponsel. Sepertinya penting sampai menelpon ke nomor ponsel,
bukan no WA. Saat dilihat, nomor yang terlihat adalah nomor baru (belum masuk
phone book). Suara perempuan yang terdengar. Menyebutkan identitas dirinya
sebagai petugas bandara di loket check in. Meminta kembali ke loket check
in karena koper diindikasi membawa barang terlarang untuk dibawa terbang.
Kembali ke loket. Yang ditemui, bukanlah
yang menelpon. Sudah ganti shift. Seorang petugas lelaki menggantikannya. Saya diantarkan
menuju ke ruangan tempat koper disimpan. Berjalan jauh tentunya bukan masalah,
namun dengan keadaan jiwa yang tak tenang, jarak itu terasa semakin jauh. Sampai
di ruangan, kembali diminta menunggu, karena kopernya belum sampai. Sambil
menunggu, ditanya2 tentang barang terlarangnya. Saat dijelaskan jika barang-barang
itu adalah alat kerja, petugasnya mengerti. Akhirnya ditanya lebih lanjut
tentang pekerjaan.
|
90 menit euyy |
Koper pun datang. Saya diminta
membongkarnya. Barang-barangnya lantas dibawa ke pihak angkasa pura, untuk
ditentukan apakah bisa dibawa terbang atau tidak. Setelah menunggu, ternyata
jawabannya adalah tidak. Alasannya, di bagian bawah kalengnya terdapat logo
explosive. Saya shock. Lima tahun lebih menggunakan penetrant test, tapi
baru tahu ada logo explosive di kalengnya. Akhirnya menerima saat penetrant
test dan paint removernya disita petugas bandara.
|
Penampakan setelah kena BAP :D |
Setelah selesai, diantarkan ke depan gate
untuk check in. Setelah proses check in selesai, ternyata terkena
delay 1,5 jam. Take off di pukul 17:30. Planingnya menunggu sambil
membaca buku, tapi realitanya malah sibuk mengabari teman tentang penyitaan dan
tentu saja minta dicarikan penggantinya. Awalnya tak ingin membawa
barang-barang itu, sehingga cukup membawa ransel. Tapi karena harga di Bangka
hampir 2 kali lipat, maka diputuskan membawa. Salahnya saya, tak mencari tahu
lebih dahulu barang-barang yang dilarang dibawa terbang. Menarik nafas panjang
berulang kali, untuk merelase ketegangan akibat drama tadi. Setelahnya,
tersadari bahwa delay itu membuka peluang untuk melihat senja dari langit. Dream
come true. Puji Gusti.
Dikira drama sudah selesai, ternyata pesawatnya
parkir bukan di bawah tangga turun. Dipandu petugas untuk menunggu bus datang
menjemput. Untung masih bisa duduk manis. Diturunkanlah di sebuah tempat dan
diminta naik ke bagian atas. Sampai di atas, ternyata petugasnya bilang jika
salah tempat naik. Kami semua shock. Kok ya bisa diantarkan di tempat yang salah?
Petugasnya memandu turun, lalu menelpon bus. Setelah sekian waktu menunggu,
busnya datang. Diturunkan di samping pesawat yang sedang parkir. Sebelum naik,
bertanya dulu ke petugasnya, agar drama tak berlanjut. Setelah dipastikan
bener, langsung naik.
Mengambil tiket untuk mencari kursi. Baru sadar
ternyata kursinya bukan di dekat jendela. Keinginan untuk melihat senja dari
langit, sepertinya akan dilihat dengan kurang jelas. Semoga saja seseorang yang
duduk di dekat jendela bisa diajak bertukar kursi. Kursi tertemukan. Seorang perempuan
berjilbab duduk di kursi yang diinginkan. Niat mengajak bertukar kursi pun dibatalkan.
Saya membuka obrolan, demi bisa melihat ke kiri, agar bisa melihat dan
memperhatikan senja. Walau bukan seperti senja yang diinginkan, senja yang
pernah tersaksikan ketika terbang ke Jogja, namun rasanya begitu senang. Senja yang
biasanya disaksikan dari bumi, kini tersaksikan dari langit. Tak hanya itu
saja, diperlihatkan juga bagaimana pergeseran keadaan daratan : dari terang, ke
warna-warni, lalu ke gelap.
Terima kasih Gusti, atas penyaksian senja
dari langit dengan segala dramanya. Semoga nanti kembali diberikan kesempatan
untuk menyaksikan dan mengamati senja dari langit tanpa drama dan bisa duduk di
dekat jendela.
Semoga semua mahluk penghuni semesta
senantiasa berbahagia dan hidup dalam keseimbangan dan keselarasan.
Komentar
Posting Komentar