Pada Kedalaman Boiler

Mendapatkan pekerjaan seperti pekerjaan di 2 tahun lalu, di tempat yang sama, tentunya sudah punya referensi terkait kondisi lapangan dan tentunya bisa mempersiapkan jiwa dan raga 😀

Mendekati tempat klien, bergegaslah memakai perlengkapan. Saat mengambil kaus kaki, terkejut sendiri. Masalahnya, terindikasi bukan kaus kaki yang kemarin dipakai. Saat melihat ke sepatu, ternyata salah membawa sepatu. Astaga... Inilah sisi lain dari sepatu yang sama, ada kemungkinan salah bawa. Apalagi saat mengambil, kurang teliti.  

Salah mengambil sepatu, jika ukurannya sama, tentunya tak masalah. Tapi di saat ukurannya 2 nomor lebih besar, tentunya menimbulkan masalah. Apalagi saat ada acara jalan jauh, naik tangga yang banyak, dan naik-naik di ketinggian. Untuk kembali ke kantor, rasanya tak mungkin. Maka apalagi yang bisa dilakukan selain menerima. Menerima memakai sepatu kebesaran. 

Sebelum memulai pekerjaan, bertemu dengan beberapa orang. Saya menyampaikan permintaan untuk masuk ke kedalaman boiler, guna mengetahui kondisi instalasi-instalasinya. Permintaan disetujui. Diberikan body harness. Tanpa banyak tanya, langsung pakai. Dalam hati membatin, untuk apa body harness kalau areanya aman. Walaupun secara elevasi cukup tinggi, namun di ketinggian itu area lantainya solid dan jika pun ada acara naik, ketingiannya kurang dari 1,8 meter. 


Berjalan jauh dimulai. Sampai area, dikabari kalau elevatornya bermasalah. Terpaksa naik elevator di unit sebelahnya, dengan konsekuensi berjalan jauh lagi dan ditambah naik tangga yang cukup banya. Yasudah, diterima saja. Ditemani 4 orang, saya pun memulai perjalaannya. 


Berjalan ke elevator sebelah yang berjarak lumayan, lantas naik elevator dengan keadaan penuh penumpang. Di lantai 7, elevator berhenti. Dilanjutkan dengan berperjalanan jauh, lalu menaiki anak-anak tangga yang cukup banyak. Tangga berputar. Setelah sekian lama, sampailah di lokasi. 

Koordinator petualangan--sebut saja Pak Tulus, memberitahukan untuk masuk ke dalam manhole. Kesombongan dimulai. Siapa takut, begitu kata diri. Mungkin karena sudah berpengalaman masuk manhole. Setelah melewati manhole, terkejut sendiri. Keadaan kedalamannya berbeda dengan sekian tahun lalu. Jika sebelumnya lantainya adalah lantai boiler yang solid, kali ini lantainya adalah jajaran asiba. Mundur? tentu saja tidak. 

Pak Tulus berada di depan, sebagai pemandu. Sedangkan saya, berada setelahnya, mengikuti arah dan langkah yang sudah dijalani Pak Tulus. Berjalan lurus, belok kiri dan belok kanan, di atas jajaran asiba yang membentang di antara deretan tube. Terkejut ketika Pak Tulus naik tangga vertikal yang dibuat dari pipa scaffolding. Akhirnya mengerti kenapa diberikan body harness

Dikira selesai, cuma tangga vertikal yang tingginya sekitar 2 meter. Tapi ternyata, setelah berjalan, ada lagi tangga vertikal yang jaraknya lumayan tinggi, mungkin 3 kali lipat dari tangga sebelumnya. Bisa dibayangkan bagaimana kondisinya si newbie? Apalagi yang masih tergagap dengan hook harness yang kadang kala susah dibuka, ditambah jarak antara anak tangga yang kurang ramah bagi orang yang kakinya kurang panjang. Antara kaki yang kurang pajang atau badan yang kurang tinggi 😀😀😀

Hingga akhirnya dikatakan bahwa selesailah sudah acara naik-naiknya. Tinggal berjalan sedikit, lalu sampai. Langsung lega dan mencoba bernafas lebih teratur. Keringat deras mengalir, apalagi kondisi kedalaman boiler dengan kondisi udaranya yang terbatas dan kemungkinan tak ada pergantian udara, karena angin tak masuk.

Pekerjaan pun dimulai. Masing-masing mengambil posisi yang dirasa aman, di atas asiba yang berjajar di antara deretan tube. Di jeda pekerjaan, saya pun protes pada Pak Tulus. "Kok sekarang tempatnya di sini sih Pak? Pantesan dikasih harness." Beliau tertawa. "Dikira sudah tahu harus naik. Saya juga lupa bilang sih," jawabnya. Ah, inilah pentingnya detail bertanya sebelum memulai pekerjaan. Baiklah. 

Setelah pekerjaannya selesai, saya kembali meminta untuk ke area
rooftop dan penthouse, untuk memeriksa detail instalasi bagian atasnya. Dibilanglah bahwa jalannya harus kembali ke titik awal--kembali ke manhole--lalu naik anak-anak tangga sekian lantai untuk ke rooftop. Jawaban yang membuat lemea. Naik tangga vertikal saja sudah PR, apalagi harus turun tangganya. Tapi apa boleh buat, selain menjalaninya. Langsung bilang OK Pak. Jawaban yang membuat beliau akhirnya tersenyum. Mungkin tadinya meragukan kelanjutannya. 

Acara turun pun dimulai. Seharusnya karena sudah terlatih saat naik, maka turunnya pun sudah mulai bisa. Namun kendalanya di saya, adalah mudah naik dan susah turun. Apa ya istilahnya? Takut keturunan kah, sebagai lawannya takut ketinggian 😀 

Keluar dari manhole, nafas terasa lega. Segar, karena merasakan angin mengalir kencang. Lalu, naik anak-anak tangga yang lumayan banyak, dilanjut dengan masuk manhole lagi. Kedalamannya berbeda dengan kedalaman sebelumnya. Ingatan masa lalu muncul, ternyata inilah tempat yang dituju 2 tahun lalu.  Bebas dari jajaran asiba, namun tetap di antara jeda deretan tube. 

Setelah selesai dari rooftop, acara pun dilanjutkan ke penthouse. Puji Gusti, hanya perlu naik 4 tangga, tak seribed sebelumnya. Namun yang mendebarkan, adalah bagaimana berjalan di atas atap. Atap plate bergelombang, yang membuat terkejut, karena berbunyi saat diinjak. Tentu saja harus memilih arah berjalan, harus di atas tulangan atap, agar aman. Sebenarnya berjalan di mana saja pun pasti aman. Atap plate cukup tebal. Namun hal itu tak berlaku bagi orang kagetan macam saya 😀😀😀


Menjelang magrib, setelah jelang 3,5 jam berpetualang, pekerjaan pun selesai. Menuruni anak-anak tangga, walaupun cukup banyak, dirasa lebih mudah. Mungkin karena pekerjaan sudah selesai, jadi bebannya hilang, sehingga perjalanan yang melelahkan itu dirasa lebih mudah. 

Semoga semua mahluk penghuni semesta senantiasa berbahagia, dan hidup dalam keselarasan serta keseimbangan. 

Komentar