Dieng

Sering kali, rencana-rencana yang sudah disusun, ternyata tak sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Hingga kemudian, ketika waktunya pas, segala pendukung berdatangan dan mewujudkannya. Kisah ke Dieng untuk pertama kali, pun seperti itu. Di Mei, ketika diisi dengan deretan tanggal merah. Dieng - Jogja, apalagi yang lebih indah? 

Mesti untuk ke lokasi, harus melewati perjalanan darat selama lebih dari 12 jam. Namun semuanya terbayar lunas dengan apa yang tersaji indah di depan mata. Puji Gusti...

Inilah tempat-tempat yang dikunjungi, dalam kunjungan singkat, padat, namun begitu berkesan. 

1. Pintu Langit 

Perjalanan untuk ke sana, sungguh memacu adrenalin. Jalan yang berkelok-kelok, dengan sisi kanannya tebing dan sisi kirinya jurang. Supir yang sudah ahli, tak sedikitpun memelankan laju kendaraannya. Niatnya tentu baik, mengajak beristighfar di sepanjang perjalanan. Cahaya kemerahan bang-bang wetan, membuat keindahan alam semakin memesona. 

Apalagi yang bisa dilakukan, selain berputar-putar melihat ke segala sisi keindahannya. Pun juga ke atas dan ke bawah. Semuanya indah dan hanya indah. Puji Gusti. 

2. Candi Arjuna 

Selalu ada rasa haru, ketika melihat candi. Ingin menyentuh dan membaca setiap reliefnya. Mempelajari hingga mengetahui rahasianya. Candi adalah sandi, adalah kode-kode yang harus dipecahkan untuk membaca utuh rahasianya. Rahasia nilai perjalanan hidup yang diwariskan leluhur. Walaupun hanya bisa dilihat dari jauh, karena sedang ada proses renovasi yang menyebabkan tak bisa dimasuki, namun itu sudah cukup untuk membuat diri ini terdiam lama. 

Sebagaimana candi yang dilengkapi pewara, di Candi Arjuna pun dilengkapi dengan candi pewara, yaitu Candi Srikandi. Saat mengetahui hal itu, ingatan langsung membuka tentang istilah konco wingking. Apakah seorang perempuan selalu harus menjadi konco wingking, yang ada dan begitu nyata namun keberadaannya selalu di belakang lelaki? Jika mengingat bagaimana Arjuna dan Srikandi, bukankah keduanya setara dalam ilmu memanah? Bahkan dalam bharatayudha, justru Srikandilah yang berada di depan Arjuna, di saat harus menghadapi Sang Putra Gangga, Bhisma? 


3. Kawah Sikidang 

Jalan di atas susunan papan yang berderit-derit saat diinjak, berkelok-kelok seperti punggung naga, pun jarak yang cukup jauh, membuat perjalanan menujunya terasa begitu berkesan. Apalagi sebelumnya didahului dengan jalur tanah berbatu dengan sisa genangan air hujan. Perjalanan yang sungguh memukau. Wajar jika banyak yang memutuskan untuk tak ikut, apalagi hanya diberi waktu sebentar, sebelum melanjutkan ke tempat selanjutnya. Apa artinya perjalanan yang sebegitu menantang, jika sebelumnya sudah melewati perjalanan yang tantangannya berkali lipat. Maka menjalaninya adalah hal yang sudah sewajarnya, bukan? 

4. Batu Pandang Ratapan Angin 

Dikira objek wisata yang seperti apa, nyatanya tetap ada pendakian. Sedikit lupa kalau sedang ada di dataran tinggi, tentu daki-mendaki adalah hal yang wajar. Sudah berada di tempat yang tinggi pun ternyata masih harus tetap mendaki, mengapa menganggap diri sudah tinggi sehingga lupa untuk terus meninggi dalam makna dan merendah dalam kedudukan. Eh jadi ngelantur 😁 

Semakin tinggi mendaki, berimbas pada semakin banyak yang bisa dilihat, walau daya lihatnya kurang jelas dan teliti. Dari ketinggian, awan terasa semakin dekat dan tanah semakin menjauh. Yang semula tak terlihat, menjadi terlihat jelas. Semakin indah dan mengindahkan.  


Semoga semua mahluk penghuni semesta senantiasa berbahagia, dan hidup dalam keselarasan serta keseimbangan. 

    

Komentar