Tugu Merdeka




Selesai berkeliling dari MTI, niatnya ingin ke Masjid Kayu, yang tadi penunjuk arahnya terbaca saat perjalanan menuju MTI, apalagi waktunya menjelang duhur. Pas. Tapi kok ya lupa nama masjidnya ๐Ÿ˜žHati berbisiki lirih, "alun-alun saja". Maps pun diaktifkan. Mulai berjalan mengikuti petunjuk arahnya. Di satu titik, entah kenapa kaki menuruti hati untuk menyudahi mengikuti. Mengambil arah berbelok ke kiri, dan terlihatlahWilhemina Park.


Setahun lalu itu, sudah pernah berpoto di sana, sudah sekilas masuk ke tamannya (Taman sari), tapi kenapa hati berbisik kuat untuk masuk lagi. Hatinya diikuti. Masuk ke tamannya, dan kembali menemukan patung Mak Sahang. Berjalan lagi, menemukan batu bertulis, yang bercerita tentang sosok Depati Amir dan Depati Hamzah, kakak beradik yang merupakan pahlawan Bangka. Sayang tulisannya kurang terbaca jelas, karena faktor cuaca.   

Bercerita tentang Depati Amir dan Depati Hamzah 
See u again, Mak ๐Ÿ˜Š

Kaki semakin memasuki tamannya, terlihat seperti panggung pertunjukkan, yang sayang sekali kondisinya kurang bersih. Dari panggung itu, terlihat sebuah tugu berwarna putih, yang menarik perhatian. Berperjalanan mendekat, untuk melihat semakin jelas. Tulisannya dibaca, ternyata... sebuah prasasti yang menceritakan tentang kembalinya Republik Indonesia ke Yogyakarta. Saya yang tak mengerti apa maksud kembalinya, tentu saja langsung mencari di Gugel. Shock. Ternyata Pangkalpinang pernah menjadi Ibukota, sebelum kembali ke Yogyakarta. Pantas saja di pillar di depan pintu masuk MTI itu, terdapat gambar Ir. Soekarno dengan tulisan, dari Yogyakarta... 

Ndeleming di depan tugu

Ah Gusti, inikah maksud rahasia dari perjalanan ke Pangkalpinang ini, kenapa akhirnya hati tergerak ke MTI lalu masuk lagi ke Wilhemina Park? Gusti... ibukota kan dari sini terus ke Yogya, tapi perjalanan saya malah kebalikannya? ๐Ÿ˜„Apakah akan ada perjalanan kembali ke Yogya, untuk kembali mencari dan menemukan bagian-bagian yang tersembunyinya? Sebagaimana firasat yang terbaca di Monjali, ketika kumpulan aswamatra semakin memesonakannya. 

Usai soul talk, saya melangkah mencari asal suara adzan yang terdengar jelas. Dari kejauhan terlihat bangunan berfasad kayu kecoklatan. Melihat atapnya, nampak kubah kecil. Saya makin mendekatinya, dan ternyata bangunan itu adalah sebuah musholla. Ok. Gagal ke masjid kayu, tapi akhirnya sampai di musholla yang seluruh bangunannya dari kayu. Sama-sama kayu 'kan? ๐Ÿ˜€ 


Selesai salat, kembali mengikuti langkah kaki. Berbelok ke kanan, jalan lurus, dan ternyata yang tertemukan adalah Alun-alun Taman Merdeka. Voila... menemukan tujuan yang dituju, walau harus berbelok arah demi mengikuti kata hati.

 


Gusti... apakah kesemua ini berartinya saya sedang menuju merdeka? Merdeka dari segala jerat kisah-kisah lalu yang membuntuti hingga kini? Kisah yang ternyata justru semakin dipertemukan dari ragam perjalanan yang dihaturkan-Mu? Amnesia parsial itu perlahan-lahan sembuh, lengkap dengan segala pengetahuan baru yang diketahui, namun ketakutan justru terus mengiringinya. Apakah daratan ini adalah kuncinya, tapi kenapa di sini banyak sekali dipertemukan dengan orang yang justru semakin mengingatkan akan dia yang sedang berusaha dilepasrelakan ketidakterjadiannya? Dan inikah tujuan diminta berdresscode merah putih? 


Semoga semua mahluk penghuni semesta senantiasa berbahagia, dan hidup dalam keseimbangan serta keselarasan.

Komentar