Kali pertama ke Bangka, di 2021 lalu, melihat banyak rumah ibadah lain selain masjid. Apalagi saat berperjalanan ke Bangka Utara. Saat itu keinginan untuk masuk sudah ada, tapi belum ada kesempatan. Maka dalam hati meminta, semoga kesempatan itu hadir.
Tanpa diduga, tugas ke Bangka kembali hadir. Maka pada kali kedua ke Bangka itu, meluangkan waktu dan mengambil banyak kesempatan untuk tak sekedar mengunjungi, namun juga untuk tahu dan membuka diri untuk berpengalaman dan berpemahaman.
Maka inilah tempat-tempat ibadah yang dikunjungi selama 10 hari di Bangka.
1. Masjid Jami Pangkalpinang
Sampai sana, di waktu ashar menuju sore. Dari depan, kemegahan, keindahan, dan kesyahduan itu terasa hangat. Memasuki masjidnya, rasa-rasa itu semakin menghangatkan. Berdiam di dalamnya, terasa nyaman terlindungi.
Ketika keluar, disambut senja yang mulai merona. Apalagi yang bisa diucapkan, selain kesyukuran. Segala hal yang diperjalankan Gusti, pasti ada maksud dan tujuannya. Termasuk ketika tak menemukan masjid yang memiliki area parkir, sehingga mengerjakan salat di waktu yang larut.
2. Puri Tri Agung
Hanya ada ketakjuban ketika memasuki pelatarannya. Semakin berperjalanan masuk, semakin takjub. Apalagi ketika memasuki bagian dalamnya. Hanya bisa diam dan terdiam, namun di dalam hati bersorak. Sorakan gembira seperti ketika menemukan benda kesayangan yang telah hilang sekian lama.
Setelah diteliti, nyatanya kekaguman itu bukan hanya karena melihat gambaran tiga tokoh besar ajaran tri dharma : Kong Zhi, Budha Sakyamuni, dan Lao Zi. Tetapi ditambah dengan desain dinding dan plafondnya yang berbentuk padma.
3. Masjid Mizan Adhyaksa
Masjid ini terlihat ketika dalam perjalanan menuju disnaker. Karena sering bolak-balik ke sana, jadi semakin sering melihatnya. Beberapa kali berupaya memotretnya, tapi seringnya gagal. Potretnya berbayang. Namun Puji Gusti, menjelang habisnya masa tugas, bisa juga memotretnya.
Semoga lain kali bisa mengambil kesempatan untuk masuk ke dalamnya, dan semakin tahu tentang desain bagian dalamnya. Saat ini cukup puas melihatnya dari luar dan mengagumi desain luar bangunannya. Dengan ketiadaan kubah yang justru diganti dengan desain kearifan lokal : bentuk tadak dan tudung saji, dengan warna yang menarik mata.
4. Vihara Satya Dharma
Vihara ini sebenarnya bukanlah tempat yang dituju, tapi inilah kejutan dari sebuah perjalanan. Ketika perjalanamu ternyata melewati tempat yang dituju, namun ternyata membuatmu menemukan tempat lainnya, yang semempesona tempat tujuan. Maka apalagi yang ditunggu, selain memasuki tempatnya.
Sebelum masuk, tentunya izin dulu pada penjaga tempatnya. Ketika diizinkan masuk, senangnya bukan kepalang. Kesenangan yang semakin indah ketika melihat, mengetahui, dan menyadari aneka lukisan di dindingnya. Cuma bisa berucap, "Puji Gusti..."
5. Pura Penataran Agung
Sebenarnya Pura inilah yang dituju dalam perjalanan yang ternyata mempertemukan dengan Vihara Satya Dharma. Seperti banyak tertulis di ig, ternyata juga dilarang masuk. Bukan terlarang untuk dimasuki, tetapi karena sedang ada pemugaran bagian dalam.
Di pelatarannya, terlihat banyak pekerja yang didatangkan langsung dari Bali, khusus untuk mengerjakan ornamen-ornamennya. Selain itu, sedang ada pengerjaan gapura di sisi selatan. Gapura besar dengan naga di sisi kanan dan kirinya.
Semoga ketika ada kesempatan untuk ke Bangka lagi, puranya sudah selesai dipugar dan sudah diizinkan masuk. Untuk semakin tahu dan mengerti tentang makna-makna tersembunyinya.
Bangunannya terlihat ketika sedang berada di Vihara Satya Dharma. Ketika bertanya pada penjaga viharanya, dijawab tak tahu. Karena penasaran, langsung didatangi, apalagi jaraknya tak terlalu jauh dari vihara. Ketika didatangi, ternyata adalah Kelenteng Dewi Laut.
Sama seperti ketika akan memasuki vihara : meminta izin dahulu. Diizinkan, senangnya luar biasa. Mata asyik-masyuk melihat seluruh desain arsitektur dan isi kuilnya. Otak berpikir tentang gambaran-gambaran yang terbaca. Sementara hati terhangatkan dengan rasa yang terbentuk karena makna yang menyinggahi. Nyatanya saya acapkali terjebak dengan nama. Nama-nama yang berbeda, yang ketika diteliti lebih dalam, ternyata memiliki kesamaan dalam makna dan rasa.
7. Gereja HKBP Pangkalpinang
Sampai di sini saat sore mulai merona. Disengajakan mendatangi untuk tahu, namun sayang gerejanya tertutup dan tak ada orang yang terlihat, sehingga tak bisa meminta izin untuk masuk, agar lebih tahu dan mengerti.
Akhirnya kembali berdoa, semoga di saat mendatanginya lagi di saat sedang ada orang. Sehingga bisa memint izin masuk dan diizinkan masuk, bahkan ditemani berkeliling dan dijelaskan tentang apa yang terlihat dan terbaca.
8. Gereja GPIB Maranatha
Gereja ini sudah dilihat dari kali pertama ke Bangka itu, karena sering kali melewati pusat kota, di mana gerejanya bertempat. Saat itu belum terpikir untuk masuk dan mencari tahu. Masih berpikir, apa kata yang melihat ketika melihat saya memasuki gereja?
Kali kedua ke sana, nyatanya timbul keinginan dan mau mengambil kesempatan untuk memasukinya, namun ternyata terhalangi oleh keadaan pemugaran. Mungkin tak mengapa masuk, namun terasa kurang nyaman, takut mengganggu para pekerjanya. Apalagi dari luar terlihat pemugaran sepertinya di bagian dalamnya.
Pada akhirnya, sama seperti ketika berada di HKBP : hanya bisa berdoa, semoga ketika kembali ke sana, bisa diizinkan untuk memasukinya dan mengetahui makna dari setiap apa yang dilihat. Makna yang sama, yang sering kali dibungkus dengan nama yang berbeda.
9. Masjid Tua Tunu
Masjid ini didatangi karena sebaris kalimat dari teman, "ini masjid tua yang cukup ramai dikunjungi." Ketika ke sana, sampai di pelatarannya yang menjelang senja, hati menghangat melihat desain bangunannya, hamparan hijau rerumputannya, dan senja yang semakin mengindahkannya.
Karena waktu magrib masih lama, dan karena teringat belum mandi sore 😃 akhirnya kunjungannya diselesaikan segera. Semoga ketika waktunya didatangkan kembali, bisa memasuki kedalamannya dan merasakan kemegahan rasa indahnya.
Bangka itu, walaupun melelahkan di perjalanan menujunya, yang tertempuh selama 23 jam. Dan walau dicekam rasa karena melaju sendirian di jalanan panjang saat malam hari yang minim penerangan. Namun saat menjelajahinya, merasakan keharuan. Apalagi ketika melihat tempat-tempat ibadah agama-agama yang berdiri megah berdampingan. Vihara Satya Dharma, Pura Penataran Agung, dan Kelenteng Dewi Laut, itu letaknya berdekatan. Hanya terjeda ratusan meter saja.
Nyatanya, keanekaragaman agama itu, membuat para pemeluknya hidup berdampingan dengan damai, saling mendamaikan dan berbahagia. Ketuhanan yang dijalaninya itu, menimbulkan rasa utuh, keutuhan sebagai manusia, mahluk sosial yang tak bisa hidup tanpa orang lain. Bukankah ini yang sebenarnya diajarkan dan disimbolkan lewat Bhinneka Tunggal Ika? Yang sayangnya dalam pelaksanaannya, sering kali menodainya justru dengan mengatasnamakan Tuhan itu sendiri. Tuhan yang ada dalam kepala, bukan Tuhan yang sebenarnya Tuhan.
Semoga semua mahluk penghuni semesta senantiasa berbahagia, dan hidup dalam keseimbangan serta keselarasan.
Komentar
Posting Komentar